Dalam proses pembelajaran dikenal
beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang
merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah:
(1)
pendekatan pembelajaran,
(2) strategi pembelajaran,
(3) metode pembelajaran;
(4) teknik pembelajaran;
(5) taktik pembelajaran; dan
(6) model pembelajaran.
Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat
memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut.
Pendekatan pembelajaran dapat
diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang
sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan,
dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari
pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu:
(1)
pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student
centered approach)
(2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau
berpusat pada guru (teacher centered approach)
A.
Macam-macam Pendekatan PKn
Beberapa pendekatan nilai dan moral
yang digunakan dalam pembelajaran PKn adalah sebagai berikut :
1. Evokasi
Pendekatan ini menekankan pada
inisiatif siswa untuk mengekspresikan dirinya secara spontan yang didasarkan
pada kekebasan dan kesempatan. Pendekatan seperti ini baik sekali namun dilihat
dari budaya masyarakat ini terumata yang jauh dari kehidupan kota melaksanakan
pendekatan tersebut tentulah menghadapi kendala-kendala cultural dan
psikologikal. Untuk dapat mengimplementasikan pendekatan ini, pernana guru amat
diperlukan dalam apa yang disebut dengan “breaking the ice” agar setiap anak
merasakan adanya suasana terbuka, bersahabat dan kondusif untuk dapat
“menyatakan dirinya” menyatakan apa yang menjadi pemikirannya dan mengungkapkan
perasaannya.
Melatih siswa dengan cara seperti
itu pada dasarnya merupakan salah satu bentuk pendewasaan agar terbiasa dalam
merasakan manfaat situasi seperti itu, sehingga untuk masa-masa yang akan
dating mereka pun dapat berbuat yang sama atau bahkan melebihinya. Keberhasilan
pendekatan tersebut juga amat bergantung pada dorongan dan rangsangan yang
diberikan guru dengan mengandalkan pada stimulus-stimulus tertentu. Selain
peranan guru, peranan keluarga dan masyarakat juga amat penting oleh karena apa
yang dibicarakan dalam kelas yang dibatasi oleh empat dinding kelas dapat
member makna dalam belajar siswa.
Peranan kedua unsut tersebut dalam menumbuhkan keyakinan siswa tentang nilai
mora yang dibahas di kelas, harus sejalan dengan apa yang di lihat dan
dialaminya dalam kehidupan di keluarga dan di masyarakat. Jika tidak ada
kesesuian di antara ketifa unsut tersebut maka akan terjadi konflik dalam diri
anak yang dalam istilah Pendidikan Kewarganegaraan disebut intra personal
conflict yaitu konflik yang terjadi dalam diri siswa. Konflik dalam diri
pribadi anak itu dapat berlanjur menjadi konflik antar pribadi yang disebut
inter personal conflict karena melihat tidak adanya keajekan antara nilai yang
dipelajari dan diuakininya dengan apa yang terjadi di sekolah dan di masuarakat
secara keseluruhan.
Pengalaman dan pembiasaan
nilai-nilai Pancasila sebagai tujuan PKn merupakan langkah-langkah penting
dalam pengajaran nilai. Hal itu sejalan dengan pendapat Dewey yang menyatakan
bahwa “…intellectual and ethical competence could be achieved only by
reflecting on one’s actual, concrete, concrete experience.” Sebabnya adalah
walaupun dikenalkan berbagai konsep nilai misalnya tentang demokrasi, keadilan
dan menghargai orang lain jika struktur kelas dan sekolah tetap saja mencontoh
dan menekankan pada hubungan social yang otoriter maka hangan diharapkan aka
nada belajar yang efektif.
Kepedulian terhadap hubungan antara
abstraksi dengan pengalaman siswa sendiri dalam pemahaman Dewey disebut dengan
istilah “child centeredness.” Anak membutuhkan moral yang ideal yang diharapkan
dapat dikuasainya secara intelektual. Pendidikan moral yang didasarkan pada
kerangka kerja Dewey adalah kegiatan kerjasama kelompok, bekerja dengan orang
lain dalam masalah yang katual atai masalah yang sebenarnya, dalam bidang apa
saja (seni, sains, politik, mekanik) akan membantu anak menghargai pandangan
dan nilai saling member dan menerima (mutual exchange).
Moralita memang tidak dapat
diajarkan hanya melalui contoh kata-kata yang disampaikan oleh guru. Siswa
membutuhkan untuk saling berinteraksi pada kegiatan-kegiatan yang betul-betul
merupakan kepedulian dan perhatian mereka. Teknik mengajar yang dapat digunakan
dalam menggunakan pendekatan ini diantaranya adalah teknik mengungkapkan nilai
yang dikenal dengan Value Clarification Technique.
Hersh (1980) dkk. Misalnya
menjelaskan bahwa Sikap atau perilaku moralitas itulah yang kiranya menjadi
tugas dan sekaligus tantangan utama guru SD. Masalah akan semakin rumit
terutama jika dikaitkan pengajar nilai dan moral untuk SD.
2. Inkulkasi (Menanamkan)
Pendekatan ini didasarkan pada
sejumlah pertanyaan nilai yang telah disusun terlebuh dahulu oleh guru.
Tujuannya adalah agar pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut masalah nilai
tersebut dapat digunakan untuk mempengaruhi dan sekaligus mengarahkan siswa
kepada suatu kesimpulan nilai yang sudah direncanakan. Peranan guru dalam hal
ini amat menentukan oleh karena gurulah yang menentuka kearah mana siswa akan
dibawa atau diarahkan atau dikondisikan secara halus dan hati-hati.
Gurulah dengan pertanyaan dan arah
kesimpulan atau pendapat yang menentukan dalam penkdekatan ini adalah Teknik
Inkuiri Nilai (Value Inquiru Question Technique) di mana target nilai yang
diharapkan dapat dicapai dengan memanipulasi kedalam sejumlah pertanyaan.
3.
Pendekatan Kesadaran
Dalam hal ini yang menjadi sasaran
adalah bagaimana mengungkap dan membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai
tertentu yang ada pada dirinya atau pada orang lain. Tentu saja kesadaran itu
akan tumbuh menjadi sesuatu yang menumbuhkan kesadarannya tentang nilai atau
seperangkat nilai-nilai tertentu. Hanya dengan kesadaran tertentu itu melalui
kegiatan-kegiatan tertentu yang direncanakan oleh guru anak dapat mengungkapkan
nilai-nilai dirinya atau nilai-nilai orang lain. Jendela Johary (Johary Window)
kiranya dapat membantu menumbuhkan kesadaran siswa tentan gidirnya atau diri
orang lain.
4. Penalaran
moral
Salah satu pendekatan dalam
pendidikan moral adalah penalaran moral dimana anak dilibatkan dalam suatu
dilemma moral sehingga keputusan yang diambil terhadap dilemma moral harus
dapat diberikan alas an-alasan moralnya yang masuk akal. Dilemma moral adalah
satu bentuk teknik mengajar nilai dan miral yang dianggap tepat terutama bagi
kelas-kelas yang tinggi, misalnya kelas IV, V dan VI. Patut disadari bahwa
dalam pendidikan nilai dan moral berbagai cara dapat digunakan sebagai stimulus
dalam melibatkan nalar dan afeksi siswa adalah melalui pertanyaan, pernyataan,
gambar, ceritera, dan gambar keadaan yang bersifat dilematis.
Dalam pengajaran PKn misalnya
melibatkan siswa sebagai individu yang “merasakan” dan “larut” dalam situasi
yang sengaja diciptakan untuk mendorong siswa menggunakan nalar dan perasaannya
terhadap suatu situasi atau kejadian, prinsip, pandangan atau masalah merupakan
upaya-upaya dasar dalam pendidikan nilai dan moral. Tanpa upaya-upaya dasar
semacam itu, pendidikan nilai dan moral serta PKn khususnya akan sulit mencapai
tujuan-tujuannya secara optimal. Dalam pendekatan dilematis sebagai salah satu
pendekatan akan lebih efektif jika guru berhasil melibatkan secara intens nalar
dan perasaan siswa sebab walaupun yang menjadi dasar utama adalah nalarnya atau
reasoning-nya, namun factor perasaan siswa jufa akan memegang peranan penting
dalam member alas an-alasan moral tersebut.
Peranan stimulus amat besar sebab
stimulus yang didasarkan pada hal yang bersifat dilematis, akan mengundang
siswa mengkaji dengan nalar nilai dan moral yang terlibat dalam masalah yang
bersifat dilematis tersebut. Dalam proses pengkajian tersebut siswa akan
melibatkan nilai-nilai yang dimilikinya dihadapkan dengan nilai-nilai yang
terkandung di dalam masalah dilematis tersebut. Dengan itu juga diharapkan
siswa sekaligus menghubungkannya dengan nilai-nilai yang umum dimiliki oleh
orang lain atau umum dalam menghadapi masalah-masalah dilematis seperti itu.
Oleh karena dalam pendekatan ini yang menajdi focus adalah nalar atau yang
berkaitan dengan kognitifnya maka pendekatan ini amat sesuai dengan apa yang
kita sebut dengan Cognitive Moral Development dari Kohlberg. Bagi Kohlberg
terhadap kaitan yang erat antara perkembangan kognitif dan kematangan atau
perkembangan moral seseorang.
5.
Pendekatan Analisis Nilai
Melalui pendekatan ini siswa diajak
untuk mengaji atau menganalisis nilai yang ada dalam suatu media atau stimulus
yang memang disiapkan oleh guru dalam mengajarkan pendidikan nilai dan moral.
Dalam melakukan pengkajian tentu saja para siswa sudah dibekali dengan
kemampuan analisisnya. Melakukan analisis sebagaimana diketahui adalah
merupakan salah satu tahapan dalam tingkat pengetahuan atau ingatan dan
analisis adalah satu tahapan dalam keterampilan berpikir sebelum sampai pada
sintesis dan evaluasi.
Dalam melakukan analisis nilai tentu
saja siswa akan sampai pada tahapan menilai apakah suatu nilai itu dianggap
baik atau tidak. Jika menggunakan nanalisis nilai, tentu saja disesuaikan
dengan kemampuan siswa. Analisis nilai dapat dimulai oleh siswa yang dimulai
dari sekedar melaporkan apa yang dilihat dan dihadapi sampai pada memilih dan
mengemukakan hasil pengkajian yang lebih teliti dan lebih tepat.
Sebagaimana telah dikemukakan di
atas bahwa pendekatan ini berkaitan dengan kognitif maka jelas bahwa antara
pendekatan lima berkaitan erat dengan pendekatan empat yaitu penalaran moral.
Pendekatan ini banyak sekali digunakan dalam teknik mengungkap nilai.
6.
Pengungkapan Nilai
Pengungkapan Nilai melihat
pendidikan moral lebih pada upaya meningkatkan kesadaran diri (self-awareness)
dan memperhatikan diri sendiri (self-caring) dan bukannya pemecahan masalah.
Pendekatan ini juga membantu siswa menemukan dan memeriksa nilai mereka untuk
menemukan keberartian dan rasa aman diri. Oleh sebab itu maka pertimbangan
(judging) adalah merupakan factor kunci dalam model tersebut, namun
pertimbangan yang dimaksud adalah pertimbangan tentang yang disenangi dan yang
tidak disenangi, dan bukan sesuatu yang diyakini seorang sebagai hal yang benar
atau salah.
Melalui pendekatan ini siswa dibina
kesadaran emosionalnya tentang nilai yang ada dalam dirinya melalui cara-cara
kritis dan rational dan akhirnya menguji kebenaran, kebaikan atau ketepatannya.
Pengungkapan nilai tidak menganggap nilai moral sebagai sebuah status dalam
rentangan nilai-nilai. Semua nilai termasuk moral dianggap sebagai sesuatu yang
bersifat pribadi dan relativf. Walaupun dikatakan bahwa Teknik Pengungkapan
Nilai ini banyak dipakai ternyata juga banyak menghadapi tantangan, oleh karena
itu pendekatan ini dianggap memiliki banyak kelemahan.
7. Pendekatan Komitmen
Pendekatan komitmen dalam pendidikan
nilai dan moral mengarahkan dan menekankan pada seperangkat nilai yang akan
mendasari pola piker setiap guru yang bertanggung jawab terjadap pendidikan
nilai dan moral. Dalam PKn sudah barang tentu yang menjadi komitmen dasarnya
adalah nilai-nilai moral Pancasila serta Undang-undang Dasar 1945. Nilai moral
tersebut telah menjadi komitmen bangsa dan negara Indonesia untuk terus
dilestarikan sebagai nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.
Dalam mengajarkan nila dan moral
tersebut nilai moral Pancasila merupakan nilai sentralnya tanpa menutup
kemungkinan mengajarkan nilai-nilai lainnya yang sesuai dan tidak bertentangan
dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Hal itu merupakan perwujudan
dari komitmen Bangsa Indonesia khususnya Orde Baru untuk senantiasa
melaksanakannya secara murni dan konsekuen. Untuk terlaksananya hal tersebut
sudah barang tentu komitmen terutama guru, orang tua, serta masyarakat dan juga
siswa merupakan hal yang paling pokok bagi keberhasilan PKn tersebut.
Tujuan utama pendekatan ini adalah
untuk melatih disiplin siswa dalam pola pikir dan tindakannya agar senantiasa
sesuai dengan nilai-nilai moral yang telah menjadi komitmen bersama itu. Oleh
karena nilai—nilai yang telah menjadi komitmen tersebut adalah nilai-nilai
bersama maka pendekatan tersebut diharapkan pula dapat membina integritas
social para siswa. Persoalan utama sekarang adalah bagaimana hal itu dilakukan
pada tingkat SD.
8. Pendekatan
Memadukan (Union Approach)
Pedekatan ke delapan yang diajukan
Superka adalah menyatukan diri siswa dengan pengalaman dalam kehidupan “riil”
yang dirancang oleh guru dalam proses belajar-mengajar. Proses penyatuan
tersebut tidak lain adalah dimaksud agar siswa benar-benar mengalami secara
langsung pengalaman-pengalaman yang direncanakan guru melalui berbagai metode
mengajar yang dipilih guru untuk tujuan tersebut. Untuk mencapai tujuan
pengajaran seperti yang diharapkan itu, guru dapat menggunakan berbagai metode
diantaranya Partisipatori, Simulasi, Sosio Drama, dan Studi Proyek.
Siswa SD sesuai dengan tingkat
kemampuan dan perkembangan berpikirnya memang lebih menyenangi contoh-contoh
konkrit. Contoh konkrit tersebut adalah contoh-contoh perilaku yang dapat
dilaksanakan dlaam kehidupan siswa. Penerapannya mungkin dalam kelompok diskusi
di kelas, dalam kelompok bermain di sekolah atau dalam kehidupan di
tengah-tengah keluarga. Karena itu dalam prinsip pengajaran dianjurkan agar
guru {Kn SD dalam mengajarnya memulai dari hal-hal konkrit kepada yang abstrak
apalagi materi pendidikan moral pada dasarnya bersifat abstrak.
Salah satu permasalahan pokok yang
dihadapi guru adalah bagaimana mencari contoh-contoh konkrit yang memang secara
langsung menyentuh aspek kehidupan anak. Apa yang secara langsung menyentuh
kebuthan seorang akan lebih mudah dihayati dan dilaksanakan. Kiranya demikian
pula dengan mata pelajaran PKn SD.
Oleh sebab itu dalam mengajarnya
guru PKn SD diharapkan dapat (a) mengemukakan berbagai contoh perilaku, (b)
membantu siswa agar dapat mengikuti/mencontoh berbagai perilaku yang sesuai
dengan nilai-nilai moral Pancasila dan tuntutan kehidupan masuarakat sekitarnya
yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai moral Pancasila tersebut. Sebagai
contoh misalnya adalah, guru dalam mengajarnya sebaiknya lebih menekankan pada
contoh-contoh yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
Contoh-contoh pengalaman nilai-moral
dalam berbagai situasi dan konteks kiranya dapat membantu siswa untuk lebih
memahami dan menghayati serta mengamalkan nilai-nilai moral yang disampaikan
memalui mata pelajaran PKn SD. Nilai-nilai yang mendasari sikap dan perilaku
dalam keluarga, sekolah, dan lingkungan bermain serta lingkungan yang lebih
luas haru merupakan materi penting untuk dipahami anak-anak SD.
Nilai-nilai dalam keluarga dimaksud
diantaranya adalah kasih saying, saling menghormati, menyenangi kebersihan dan
keindahan, kepatuhan. Dapat juga yang berkaitan dengan lingkungan belajar anak
seperti, saling menyayangi, tolong menolong, adil, berdisiplin, mematuhi aturan
permainan, tertib dan jujur, dan bersikap sportif. Nilai-moral dalam lingkungan
kelas atau sekolah juga perlu diperhatikan misalnya dating dan menyelesaikan
tugasnya tepat waktu, berbari dengan rapih saat memasuki kelas, memelihara
kebersihan kelas dan sekolah, memelihara buku dan peralatan sekolah,
menghormati guru dan petugas sekolah lainnya.